Rabu, 22 Januari 2020

Matinya Sang Gadis





Gelap telah memasuki celah-celah kehidupan di bumi, pertanda jika malam mulai menyapa. Serangga-serangga mengeluarkan suaranya, mereka saling bersahut-sahutan. Mungkin ada rasa bahagia dibenak serangga itu, karena malam akan menemaninya untuk beberapa saat ke depan.

          Seorang gadis kecil melangkahkan kakinya menuju depan rumah, merasakan damainya malam itu. Seekor burung hantu bertengger di pohon besar di dekat rumah sang gadis. Angin malam berhembus membelai tubuh gadis itu, dan berbisik “malam telah menunggumu”. Ia mendongak ke atas, dilihatnya ke arah langit, nampak banyak bintang di sana. Bintang kecil bersinar terang dan berkedip-kedip, seolah mereka ikut bahagia.

          Bulan memandang ke arah bintang dan tersenyum simpul. Gadis itu melangkah menuju pohon besar dan duduk bersandar di bawahnya. Ia mendengar suara malam yang tenang itu dengan kesendiriannya. Perlahan air matanya menetes melalui celah matanya yang begitu bercahaya. Ia menangis di bawah semesta, dan ditemani malam. Ia tidak sedang di rundung duka yang teramat sangat. Mengapa ia menangis? Tanya bintang kepada bintang yang lain, namun tidak ada yang tahu alasan gadis itu mengeluarkan air mata. Padahal ia jarang sekali menitikkan air mata. Gadis itu menangis, namun tetap tersenyum. Entah apa yang ada di benaknya, tak kan ada seorangpun yang tahu. Waktu tetap waktu, dan akan terus berjalan, taka da yang bisa menghentikannya.

          Gadis itu berdiri dan menghapus kesedihan di wajah mungilnya . ia melangkahkan kakinya untuk mengitari tanaman bunga yang tumbuh mengelilingi rumahnya. Kurasa ia sedang memikirkan suatu masalah yang begitu pelik, kata sang rembulan. Gadis iu pandai dalam hal menyembunyikan perasaan. Malam yang baik, tolong hibur sang gadis dengan kedamaianmu, jagalah senyum di wajah cantiknya itu. Sang gadis memasuki rumahnya, ia mengambil air suci dan mensucikan tubuhnya. Ia menemui ruang rindunya di tengah malam yang penuh dengan kedamaian. Ia berserah kepada sang Kuasa, menghabiskan malamnya dengan penuh rindu, dan tak kuasa untuk mengeluh di hadapan-Nya. Iapun terlelap, masih di dalam balutan kain mori. Mungkin ia lelah harus menghadapi kehidupan seorang diri, walau banyak orang di sekitarnya, namun ia tetap menanggungnya sendiri, karena ia adalah cahaya terang dari lampu pijar, dan aku yakin entah kapan dan bagaimana pasti lampu itu akan redup juga. Tak ada yang tahu tentang sebuah takdir, gadis kecil itu ternyata sudah mulai redup, dan padam untuk selama-lamanya dengan masih bersimpuh di hadapan-Nya. Cahaya hidupnya terbang bersama ruh di keabadian yang mampu menampung sang gadis..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar