Senin, 06 Februari 2017

Malam Itu


Malam itu, aku masih ingat dengan jelas bagaimana kejadiannya. Malam jum’at, ini bukan cerita horror yang dipenuhi dengan hantu-hantu narsis, ini kisahku sendiri. Kalau tidak suka, atau tidak tertarik sebaiknya anda abaikan saja atau berhentilah membacanya karena itu akan membuang-buang waktu anda. Baiklah bagi anda yang masih ingin membaca, aku akan meneruskannya.
Ketika itu jalan menuju kos sangat gelap, aku pulang dari kampus sekitar pukul 22.00, sangking gelapnya aku harus menyalakan senter yang ada di hpku. Yah, meski tidak seterang senter sungguhan setidaknya cukup untuk menerangi jalanku, daripada aku harus jatuh karena tersandung batu yang tidak bisa aku lihat. Aku akhirnya sampai di kosan, kubuka pintunya karena waktu itu belum ada yang menguncinya dari dalam, syukurlah aku masih bisa masuk tanpa harus menggegerkan penghuni kos yang lain. Aku mulai menaiki tangga menuju lantai dua karena kamarku terletak di sana, di ujung samping kamar mandi tepatnya. Teman sekamarku kebetulan pulang kampung dan aku harus tidur sendirian. Aku bersihakan dulu kamarku itu sebelum aku tertidur di kasur yang empuk meski agak tidak nyaman bagiku, terlalu sempit. Lorong kamar-kamar begitu sepi, tak ada pertanda suara kehidupan yang mampu menghiburku. Aku menyapu lantai kamarku dan menuju kamar mandi untuk membuangnya. Tempat sampah terletak di depan kamar mandi, aku membuang kotoran dari kamarku di sana. Awalnya aku merasa biasa saja, seolah memang tidak ada apa-apa. Aku mencuci muka, tangan dan kakiku lalu kembali menuju  kamarku untuk tidur. Ketika aku memejamkan mata dan mencoba untuk terlelap, aku tidak bisa. Ada yang aneh dengan perutku, aku merasa tidak nyaman dengan perutku yang ada di dalamnya, entah mengapa sepertinya ada yang meraung-raung di dalam sana dan aku tidak bisa mencerna raungan itu. aku bangun dari tidurku untuk merenung, apa yang terjadi denganku? kenapa seperti ini? Apa aku sedang sakit? Tapi rasanya tidak sakit, aku justru merasakan perih kepanas-panasan. Biasanya, dengan kondisi seperti ini aku harus memakan sesuatu untuk menghilangkan rasa perih itu. Aku meraih tas tempat makananku kusimpan, aku mencari mie instant tapi tak kutemukan di sana. Ternyata mie instantku sudah habis tiga hari yang lalu. Malam-malam begini aku harus mencari makanan kemana? Tidak akan ada yang buka kecuali angkringan yang menjual nasi kucing dan aku tidak akan baikan dengan makan makanan itu meski dua bungkus. Kuputuskan untuk menjadikan nasi yang ada di penanak nasi menjadi nasi goreng. Aku membawa semua bahan yang diperlukan untuk memasak, lalu menuruni tangga karena dapur terletak di bawah paling ujung. Aku melihat ada potongan tempe di atas kompor. Siapa malam-malam begini mau masak tempe? Pikirku sambal menata bahan-bahan dan barang yang akan kugunakan memasak. Aku meracik bumbu-bumbu yang kuperlukan. Tiba-tiba seseorang keluar dari salah satu kamar yang paling dekat dengan kompor. Kurasa ia yang akan memasak tempe itu. Aku menanyainya.

“Mau masak pake dua kompor mba?” karena di sana kompornya ada dua, dan kupikir dialah yang pantas memasak dulu dari pada aku yang baru menata bahan-bahan.

“Engga kok” jawabnya, aku melanjutkan memasakku tanpa menghiraukannya.

Kulihat dia seperti kebingungan, tapi aku tak tahu dia bingung kenapa, toh kompor yang satunya juga nggak ada yang memakai. Aku lanjut memasak saja karena perutku perihnya menjadi-jadi. Ia memperlihatkan wajah kesal dengan menggumam “terpaksa antri”. Aku yang mendengar itu bingung, tadi kutanya jawabannya begitu, tapi malah menggumam. Aku mengabaikannya saja. Ada yang tidak beres. Setelah masakanku jadi, aku langsung menuju kamarku lagi untuk mengobati perutku. Aku pun kenyang dan akhirnya bisa tidur dengan nyenyak. Sekian ceritaku yang tidak bermutu, kalau kalian menyesal telah membaca kisah ini, aku selaku penulis memohon maaf yang sebesa-besarnya. Aku hanya sedang ingin menulis tapi tidak memiliki ide apapun untuk ditulis, ya jadinya beginilah. Tidak penting sekali.

Rabu, 01 Februari 2017

Black Rose


Oleh : Inayah Wulansafitri

Tit tut.. Ponselku berbunyi tanda ada pesan yang masuk, dari nomor yang tidak kukenal.

Aku malam ini ingin bertemu denganmu

Maaf ini siapa? Aku membalas pesan itu.

Tidak ada balasan masuk, kuabaikan saja mungkin orang iseng. Mataku tertuju pada laptop yang seharian belum kusentuh. Hari Sabtu aku libur kuliah, dari pada tidak ada kerjaan mending aku chattingan, pikirku. Aku memang hobbi sekali chatting, sering kali aku chatting dengan orang luar negeri. Lumayanlah bisa mengasah kelancaran bahasa Inggrisku.

Ada obrolan baru, dari seseorang dengan menggunakan nama pengguna black_roses, foto avatarnya mawar hitam di atas api. Aku tidak pernah mengobrol dengan user ini sebelumnya. Dia menyapaku duluan.

Siang

Siang juga

Obrolan kami berlanjut lama karena si black_roses ini orangnya asyik, tidak membuatku jenuh. Kami banyak membahas hobi, dia hobi sekali melukis. Dari kecil suka sekali menggambar makanya ia sekarang ingin menjadi seorang pelukis ternama, begitu katanya.

Kenapa kamu tidak melanjutkan kuliah dan mengambil jurusan seni rupa saja? Tanyaku

Iya aku memang sudah mendaftar di PTN yang cukup terkenal dengan jurusannya itu, tapi..

Tapi kenapa?

Tiba-tiba dia offline, belum sempat menjawab pertanyaanku. Ahh sudahlah mungkin dia lelah dan butuh istirahat, aku juga mau makan siang dulu. Akupun pergi ke warung sebelah untuk membeli sebungkus nasi dan lauk secukupnya. Aku melahapnya di kamar kos. Ponselku berdering, ada panggilan masuk datang dari nomor yang tadi mengirimiku pesan. Kuangkat

“Hallo??”

--------- Tidak ada jawaban dari seberang

“Hallo ini siapa?” Kuulangi lagi kata-kataku

“Kalau tidak penting aku matikan saja!” Gertakku sedikit jengkel

Akupun mematikan ponsel dan melanjutkan untuk makan nasi yang belum habis. Lumayan kenyanglah untuk mengganjal perutku. Aku beranjak pergi ke dapur yang letaknya tepat di depan kamar mandi untuk mencuci bekas piring yang kupakai makan tadi. Aku tersentak agak kaget dan juga heran melihat lantai dapur terdapat ceceran sesuatu berwarna hitam pekat. Aku ambil satu, kuperhatikan sejenak benda itu. kelopak mawar rupanya, tapi mengapa berwarna hitam? Dan mengapa berceceran di lantai dapur? Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang lewat di belakangku. Aku tengok ke belakang namun sudah tidak ada. Ada hembusan angin dingin, asalnya dari kamar mandi. Pikiranku sudah kemana-mana, segera aku berlari menuju kamar lagi. Kudekap erat-erat boneka lumba-lumba yang selalu menemani tidurku. Tak terasa aku tertidur cukup lama, karena saat aku terbangun hari sudah senja. Aku teringat aku belum mandi, tapi aku takut ke kamar mandi karena kejadian tadi siang. Kuberanikan diri untuk tetap mandi, karena tidak mungkin aku tidur dalam keadaan tidak mandi.

Akupun pergi ke kamar mandi. Bersih tidak ada bekas kelopak mawar lagi di sana, sedikit tenang rasanya. Akupun mandi dengan cepat, kemudian kembali ke kamar. Namun saat aku sampai di depan kamar, kutemukan satu kelopak mawar hitam tepat di depan pintu. Aku takut, segera aku masuk kamar dan menguncinya.

Kringgg… kring…  Ponselku berdering, lagi-lagi dari nomor yang sama. Aku tidak mengangkatnya, kutekan tombol untuk menolak panggilan. Mataku mengelilingi setiap ujung kamar, karena perasaanku saat itu sangat tidak enak. Sungguh aku merasa ada yang mengawasiku di kamar ini, entah siapa. Untuk menghilangkan rasa takut aku kembali membuka laptop, apalagi kalau tidak untuk berchatting. Belum juga ada obrolan yang masuk, ponselku berdering lagi tanda pesan masuk. Lagi-lagi dari nomor yang sama.

Malam ini malam pilihan, aku sudah menantinya.

Siapa sebenarnya pemilik nomor itu, dan apa tujuannya? Menyebalkan sekali! Aku kembali melihat layar laptopku, ada obrolan masuk dari black_roses.

Malam.. kamu lagi apa di kamar?

Aku sedang ketakutan nih..

Takut apa? Memangnya ada apa?

Iya dari tadi siang ada saja hal aneh yang menimpaku

Hal aneh?

Akupun menceritakan kejadian tadi siang mengenai kelopak mawar hitam yang berceceran di dapur kepada black_roses. Namun dia menganggap aku sedang bercanda.

Aku serius itu terjadi di dapur kosku

Sudahlah jangan membahas hal yang aneh-aneh, em…. eh aku ingin lihat wajah kamu nih

Hemm yaudah, ntar aku kirimin fotoku, tapi kamu kirimin fotomu dulu ya :p

Selang beberapa saat aku menerima foto dari black_roses ini. Entah dia salah kirim foto atau apa yang jelas aku tidak mengerti mengapa dia mengirimkan foto anak kecil, hitam putih dan terlihat lusuh, anehnya aku merasa tidak asing dengan foto itu.

Kog foto anak-anak sih?

Itu fotoku saat aku masih kecil J

Kami pun mengobrol panjang lebar hingga larut malam, hingga aku bisa melupakan kejadian-kejadian aneh yang aku alami seharian ini. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 00.00.

Aku offline dulu ya.. aku mau menemui seseorang yang jauh

Oh iya, siapa dia kalau boleh tahu?

Kamu :p

Ha? Aku???

Bercanda :D dia teman kecilku, dulu kita sering bermain bersama saat masih kecil, aku menyukainya dan ingin bertemu dengannya.

Kenapa malam sekali, tidak menunggu esok saja?

Tidak bisa, karena hanya malam ini aku diberi kesempatan untuk bertemu dengannya

Kemudian dia offline, belum sempat aku berpamitan. Mataku juga sudah lelah dan mulai mengantuk. Kututup laptopku dan bersiap untuk tidur. Belum sampai aku terpejam, ada sebuah ketukan pintu yang mengagetkanku. Siapa malam-malam begini mengetuk pintu? Tidak biasanya penghuni kosan yang lain datang ke kamarku saat tengah malam begini. Aku pun beranjak membukakan pintu. Tidak kutemui siapapun di sana, tapi kutemukan setangkai mawar hitam dan selembar foto di atas lantai. Kuambil keduanya, kupandangi foto itu dan betapa terkejutnya aku, foto itu adalah foto yang dikirim oleh black_roses tadi. Aku mulai merinding, segera kututup pintu kamar dan kembali ke kasur. Sekali lagi kupandangi foto itu, terasa tidak asing bagiku. Siapa sebenarnya yang ada di dalam foto ini? Aku berusaha mengingatnya. Srett… sebuah ingatan melintas dikepalaku. Seorang anak laki-laki berlari menghampiriku dengan membawa bunga mawar ketika aku memasuki mobil karena harus ikut kedua orangtuaku pindah ke luar kota. Iya.. aku mulai mengingatnya, dia teman kecilku Roni namanya. Dulu kita sering bermain bersama. Roni ingin mengatakan sesuatu kepadaku namun aku harus pergi. Yang kubingungkan sekarang adalah mengapa foto ini bisa berada di kamarku, juga bisa dimiliki oleh black_roses? Apa Roni itu black_roses? Sial… dari tadi aku chattingan dengannya tapi lupa menanyakan nama.

Kring…. Kring…. Ponselku berbunyi untuk yang kesekian kalinya dari nomor yang sama. Aku mengangkatnya.

“Hallo?”

“Hallo, apa kau bisa mendengar suaraku?”

“Maaf ini siapa?”

“Aku Roni”

Aku kaget mendengar nama itu, dari mana Roni tahu nomorku ini? Dan mengapa baru kali ini dia berbicara padahal dari tadi sudah menghubungiku. Aku mencoba tenang.

“Roni siapa? Ada apa?”

“Roni teman kecilmu sekaligus teman chattingmu, selebihnya bolehkah aku bertemu denganmu. Fitri…”

“Ha? Emm kapan?”

“Malam ini juga, karena hanya malam ini aku bisa bertemu denganmu”

Tiba-tiba telepon terputus, aku semakin bingung sekaligus takut. Aku merasakan ada seseorang duduk di belakangku, kucoba untuk melihat kebelakang, dan aku terperanjat. Sosok yang tidak kukenal berada tepat di hadapanku sekarang. Aku tak mampu berlari ataupun menjerit, hanya terpaku di hadapannya.

“Jangan takut Fitri, ini aku Roni. Aku datang untuk bertemu denganmu. Aku membawa setangkai bunga mawar kesukaanmu” dia menyerahkan setangkai mawar kepadaku, dan aku menerimanya begitu saja. “dulu aku tak sempat mengucapkan perasaanku kepadamu, karena kau harus pergi ke luar kota, dan ketika aku beranjak dewasa. Aku bertekad ingin menemuimu. Sebenarnya aku “ingin sekali menemuimu saat raga dan ruhku masih menyatu” kata-katanya terhenti.

“Apa.. apa maksud ucapanmu itu?” aku takut, bukan karena dia hantu. Aku takut penyebabnya adalah aku.

“Ketika aku lulus SMA, aku memutuskan untuk mengambil jurusan seni rupa sesuai cita-citaku. Akupun ingin melukis dirimu, namun aku tidak pernah bisa melakukannya kalau kita berjauhan. Maka dari itu aku memilih perguruan tinggi di kota yang sama denganmu. Sayangnya…” dia pun mulai menangis dan terisak “sayangnya aku harus mati saat sedang menuju ke kota ini. Sebuah mobil mendadak berhenti di depanku, aku.. aku …” dia kembali menangis.

“Cukup jangan diteruskan, aku paham. Maafkan aku Roni, maafkan aku, aku tidak tahu kalau kau mencintaiku” Akupun ikut terisak bersamanya, kini suasana menjadi haru, Roni memelukku erat, terasa dingin sekali, semakin lama semakin tak kurasa hingga ia menghilang meninggalkan setangkai mawar yang mulai menghitam.

Maaf jika aku terlambat mengetahuinya