Rabu, 22 Januari 2020

Habib Kekasihku

Kisah ini terinspirasi dari cerita cinta teman dekat. Monggo disimak.


“Haruskah Jakarta? Haruskah sejauh itu?” mataku mulai berkaca-kaca, ingin sekali rasanya aku menangis, namun aku harus tegar.

“Aida, percayalah aku di sana bekerja. Kamu harus percaya dan mendo’akan aku selagi kita berjauhan nanti. Aku butuh dukunganmu” Putra menggenggam tanganku.

Teringat semua hal-hal indah yang sudah aku lakukan bersama Putra selama 8 bulan. Jalan bareng, makan bareng, nonton bareng semua kami lakukan berdua. Entah mengapa rasanya begitu cepat saat Putra menyatakan akan bekerja di Jakarta. Awalnya kami kenal lewat facebook, lalu bertemu dan menjadi sahabat. Ia menaruh perhatian padaku, lebih dari seorang sahabat. Semakin berjalannya waktu aku mulai mencintainya, bukan hanya sekedar sahabat.  Andai Putra menyatakan cintanya padaku, aku akan langsung menerimanya. Dia begitu berarti bagiku, dia yang memberi warna pada hari-hariku yang sepi. Bahkan ibuku menyukainya. Aku masih menunggu, menunggu ia menyatakan cinta padaku suatu saat nanti, entah kapan itu.

Kini sosok Putra tak bisa lagi menemani hariku, meski begitu hubungan kami masih baik. Kami sering berkirim kabar. Layaknya dua insan yang menjalin hubungan jarak jauh. Memang ini adalah hubungan, tetapi tidak memiliki status khusus. Tetapi semakin lama ada yang berbeda, perhatiannya berkurang terhadapku. Akupun mulai curiga. Apa dia sudah memiliki pacar di sana? Apa dia akan meninggalkan aku ? pikiran-pikiran ini menghantuiku.

Aida, minggu ini aku akan kembali ke Boyolali, maukah kamu menemaniku jalan-jalan. Aku baru saja membeli motor. Putra mengirimiku pesan singkat.

Tentu saja, dengan senang hati <3. Balasku

Senang sekali rasanya mendengar kabar bahwa dia akan pulang ke Boyolali. Aku tidak sabar ingin bertemu dan bercengkerama dengannya. Tetapi aku juga ingin tahu alasan mengapa ia berbeda, aku ingin mendengar penjelasan darinya.

Tepat pada hari Minggu aku dijemput Putra, ia mengajakku jalan-jalan menggunakan motor barunya. Rasanya sangat bahagia bisa jalan berdua dengannya lagi, aku sudah menyimpan rindu terlalu lama kepadanya. Hari sudah sore dan iapun mengantarkanku pulang ke rumah. Sebenarnya aku masih mau berduaan dengannya, tapi besok dia harus kembali ke Jakarta lagi. Ah.. andai aku bisa menghentikan waktu, maka akan kuhentikan saat kami berdua saja.

“Selamat istirahat, terima kasih sudah menemani hariku”

“Iya, emm Putra, bolehkah aku meminjam Hpmu?”

“Untuk apa?”

“Pinjam sebentar saja, pliss” pintaku padanya.

Diapun mengeluarkan hpnya dan memberikannya kepadaku. Aku segera membuka semua kontak yang ada di hpnya. Aku terkejut tidak percaya, kontaknya penuh dengan nama perempuan. Kotak masuk juga dipenuhi pesan dari perempuan. Begitu juga foto-fotonya, banyak sekali foto perempuan di galerinya. Aku tidak bisa menahan kesedihanku, air mataku keluar. Aku menangis di hadapan Putra yang selama ini kupercaya hanya akan memilihku seorang. Hanya akan menjagaku seorang.

“Kamu kenapa menangis da?” Tanya Putra kepadaku.

“Coba jelaskan semua yang ada di hpmu ini” aku mengembalikan hpnya.

Dia diam seribu bahasa, seperti mau menjelaskan sesuatu namun tidak bisa. Suasana semakin kaku. Akupun tak bisa berbuat apa-apa, hanya menangis sesenggukan di hadapannya. Dia mencoba menghapus air mataku, kubiarkan saja meski hatiku masih berkecamuk. Akupun memutuskan untuk menghubungi bibiku yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumahku. Kupinta Bibiku untuk menengahi semua permasalahan ini.

“Apa-apaan ini, kenapa harus memanggil bibimu segala?!” Putra membentakku.

“Biarkan dia yang menengahi, aku nggak sanggup”

“Ini urusan kita berdua, kita berdua yang akan menyelesaikan. Aku nggak suka kamu kayak gini. Lebih baik aku pergi saja!” Putra membentakku.

“Tidak, jangan pergi kumohon. Tetaplah di sini. Temani aku, aku masih ingin berada di dekatmu” aku menangis dan menahan Putra pergi. Kupegangi tangannya agar dia tidak pergi. Aku melihat bibiku datang, segera aku lepaskan tangan Putra, iapun pergi dengan motornya. Terakhir kalinya aku melihat dia, besok dia sudah berada di Jakarta. Aku memeluk erat bibiku, ia mencoba menghiburku.

Sulit menjalani hidup tanpa sosok Putra, tapi aku harus bangkit dari keterpurukan ini. Aida harus tegar, tidak boleh cengeng. Meski sulit aku tetap harus hidup. Hari-hari kujalani dengan perasaan yang masih kecewa, tidak mudah untuk menghapus semuanya, itu semua butuh proses dan aku sedang berproses untuk bangkit.

PING!!!

Seseorang mulai dekat denganku, Habib namanya. Bermula dari ia yang ngeping aku di bbm. Semenjak itu kami menjadi dekat. Dan ternyata Habib ini adalah adik kelasku sendiri. Dia lucu, tingkahnya kocak dan selalu membuatku tertawa. Dia mampu membuatku lupa dengan masalah Putra, setidaknya sebagai teman. Kami berteman dekat, aku tidak terlalu berharap apa-apa padanya, apa lagi soal cinta. Cukup Putra yang hanya bisa membuatku berharap dan kecewa, aku tidak mau lagi digantung.

Biarkan semua mengalir apa adanya. Aku dan Habib mulai saling memanggil sayang, aku tahu ini hanya guyon, aku menanggapinya juga dengan guyon tidak serius. Lama-kelamaan aku mulai tidak enak dipanggil dengan sebutan sayang. Kami tidak memiliki hubungan spesial apa-apa kenapa harus memanggil sayang seolah kami ini pacaran. Kalau Habib memang menyukaiku dia harus mengutarakannya, jangan menjadi seperti Putra yang hanya bisa menggantung perasaan orang lain. Toh akupun mau membuka hati untuk Habib, dia juga yang membuatku bangkit dari keterpurukan. Aku juga merasa nyaman dengannya.

Sayang lagi apa ? tanyanya di bbm

Jangan panggil aku sayang lagi bib. Ingat kita ini bukan pasangan kekasih.

Tapi biasanya juga nggak masalah kan?

Iya tapi kali ini aku merasa kalau harga diriku murah sekali. Dengan kamu memanggil seperti itu kepadaku sedangkah kita tidak sedang pacaran.

Baiklah kalau begitu, mulai saat  ini mau nggak kamu jadi kekasihku?

Kalimat yang tak pernah kuduga sebelumnya, Habib mengutarakan cintanya kepadaku. Aku senang sekali, tidak bisa kupungkiri kalau aku juga menyimpan rasa kepadanya. Walaupun dari segi ketampanan, 100 % aku akan menjawab tampan Putra dibanding Habib. Tapi bukankah cinta tidak diukur dengan rupa? Bukankah cinta itu tumbuh dari hati dan terus mengakar hingga kelak tak akan bisa dicabut lagi? Aku akan menerima Habib sepenuh hati, aku tulus karena kenyamanan yang telah ia berikan kepadaku. Kesetiaan, perhatian, dan cintanya sudah cukup menjadi modal awal dalam menerimanya. Untuk selanjutnya aku akan melihat sejauh mana dia bersungguh-sungguh dalam mencintaiku. Jodoh sudah ada yang menentukan, aku tidak perlu khawatir tentang itu.

Aku membuka lembaran baru, tentunya dengan Habib kami memiliki hubungan spesial sekaligus memiliki status. Ia kekasihku sekarang. Habib kekasihku dan seterusnya dia akan menjadi kekasih setiaku. Kami menjalani segala suka dan duka bersama-sama, karena sesungguhnya cinta itu tentang kebersamaan. Walau kadang ia agak kekanak-kanakkan, begitu juga denganku. Tapi kami saling mengerti dan memaafkan. Aku menyadari bahwa aku selama ini terlalu kasar kepada Habib, memukul, mencubit, menjambak kerap kali aku lakukan kepadanya. meski begitu ia tetap sayang kepadaku.

Sabtu sore, aku mandi dan berdandan secantik mungkin, karena biasanya Habib datang ke rumah. Aku ingin tampil cantik di hadapan Habib. Sudah hampir pukul 07.00 dan Habib belum juga datang.

Sayang lagi apa? Tanyaku padanya lewat bbm.

Lagi nonton tv nih yang

Inget nggak ada apa hari in?

Memangnya ada apa?

Biasanya kalau malam minggu ngapain?

Kalau malem minggu biasanya aku ngapel di rumah calon pengantinku hehehe :*

Terus sekarang?

Maaf sayang, aku sekarang tidak bisa ke rumahmu.

Kenapa?

Uangku habis

Apa kamu pikir selama ini yang kuinginkan darimu adalah uang? Aku tidak butuh uangmu itu! yang kubutuhkan hanyalah kehadiranmu!

Iya sayang aku tahu, tapi aku tidak enak datang ke rumah pacar tapi nggak bawa uang

Sayang??

Sayang maaf dehhh..

Yaudah aku kesana sekarang, jangan kemana-mana

Aku sangat marah sekali, tidak kubalas meski ia terus terusan mengirimiku pesan bbm. Aku sudah terlanjur badmood. Aku pergi ke rumah bibiku untuk menghindari Habib. Aku tidak mau lagi melihat wajahnya itu, apa karena uang aku menerima cintanya. Kenapa ia memiliki pikiran seperti itu, tidakkah ia sadar aku tulus mencintainya, bukan karena harta. Semua ini karena hati, ia mampu membuat hatiku tak merasa gundah itupun sudah cukup.

Habib sampai di rumahku, namun ia tak dapat bertemu denganku. Ia meneleponku dan menyuruhku agar cepat pulang ke rumah. Ia juga bilang kalau ia membawakanku nasi goreng.

“cepat pulang ke rumah, aku sudah di depan rumahmu” ucapnya lewat telepon.

“nggak!”

“kamu ingin aku pulang setelah aku sampai ke sini?”

Aku mematikan telepon dan langsung berlai ke rumah dan menemuinya. Jujur saja aku tidak mau kehilangan sosok Habib. Dia sangat berarti, sekalipun aku berkata muak kepadanya namun hatiku terus mengikat cintanya.

“Maafkan aku sayang, aku tidak bermaksud untuk membuatmu marah. Hanya saja aku merasa bahwa tidak pantas seorang cowok datang ke rumah pacarnya tanpa membawakan apa-apa”

“Pikiranmu terlalu sempit, yang kubutuhkan bukanlah nasi goreng sekalipun aku lapar sekali saat ini. Yang kuharapkan adalah kehadiranmu!” aku memukuli tubuhnya.

“Baiklah sekarang aku sudah datang, jangan marah lagi ya”

“Nggak, cukup aku mau kita putus!”

Habib agak terkejut mendengar ucapanku, iapun memegang tanganku dan berlutut di hadapanku kemudian memohon

“Kamu yakin? Ucapanmu itu apakah kamu yakin? Tidak bisakah kau memaafkanku hanya gara-gara hal sepele seperti ini?”

“Tidak, kamu terlanjur membuatku marah”

Habib berdiri dan menatapku lekat-lekat.

“Aku Tanya sekali lagi, apa kamu siap mengakhiri hubungan ini? Jujur dari dalam hati apa kamu sudah tidak mencintaiku? Apa putus jalan yang kau pilih?”

Aku tidak mau berpisah dengan Habib, aku tahu aku sangat marah sekali, tapi kehilangan Habib lantas apa jadinya aku kelak?

“Tentu saja aku tidak mau kehilanganmu” aku menunduk malu.

Habib memelukku erat “Aku juga tidak mau kehilangan dirimu, siapa pemilikku seandainya kamu membuangku kelak? Aku akan hidup tanpa seorang pemilik. Dan siapa yang akan menjadi pemilik bidadari cantik ini ? aku tidak akan rela jika ada pemilik dirimu selain aku”.

Tetaplah menjadi Habibku, selama aku masih punya nafas untuk dihembuskan, selama kau masih memiliki jantung untuk berdetak maka tidak akan ada kata pisah diantara kita.

Aku Mencintai Habib Kekasihku.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar